Selasa, 10 Februari 2009

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

Harun Yahya
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)
Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:
... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)
Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:
Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.
Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.
Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

Senin, 02 Februari 2009

Rahmat Allah Sangat Besar Kepada Hambanya

Pada waktu manusia dilahirkan di muka bumi allah ini dalam keadaan yang lemah bahkan lebih lemah dari binatang sekalipun. Binatang lahir menjelang beberapa hari kemudian bisa berjalan, berenang, mengambil makanannya sendiri. Sedangkan manusia harus diajari perlahan-lahan, mulai berjalan, berlari makan, minum dan berbicara hari demi hari bulan demi bulan dan tahun demi tahun belajar tentang kehidupan ini, hingga mencapai usia dewasa, usia di mana ia benar-benar mampu membedakan yang baik dan batil. Kedewasaannya cukup lama dicapai karena memang manusia memerlukan pengetahuan yang banyak untuk dapat hidup dengan bermartabat di muka bumi Allah. Menurut ilmu syariah atau fiqh umumnya baru dianggap dewasa bila mencapai umur 21 tahun.

Dulu kita tidak punya apa-apa sekarang kita punya apa-apa. Kita bisa pergi kemana kita kita suka bisa melihat yang kita suka bisa menikmati makanan yang kita suka dan lain sebagainya. Kita bisa melakukan apa saja yang kita suka. Demikianlah Allah telah memberikan rahmat, rezeki yang berlimpah ruah kepada hambanya.

Namun di balik itu rahmat, kasih saying Allah kepada kita yang sangat besar, Allah juga punya keinginan kepada hamba-hambanya. Agar kita hanya menyembahNya melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya. Allah tidak meminta terlalu banyak terhadap kita. Hanya Mewajibkan shalat hanya 5 kali sehari semalam, Cuma bagi yang mau banyak menabung banyak sekali amalan-amalan sunnah yang dapat dikerjakan. Kalau dikumpulkan waktu shalat rata-rata kita memerlukan waktu 1 jam dari 24 jam yang diberikan Allah kepada kita sehari semalam. Puasa selama 12 jam paling lama dan dalam waktu hanya sebulan tidak sepanjang tahun dan tidak selama 24 jam. Zakat 2,5 percent Allah tidak minta 50 percent meski rezki itu semua darinya itu pun tidak untuk allah melainkan untuk fakir miskin, haji wajib hanya bagi orng yang mampu saja yang tak mampu tidak wajib. Dan harus kita ingat bahwa semua kewajiban itu adalah bukan untuk allah. Allah maha kaya, maha agung, maka allah tidak perlu apapun dri makhluknya tidak memerlukan apapun dari hambanya, semua kewajiban yang diberikan Allah kepada hambanya itu adalah untuk kesejahteraan, ketenteraman manusia itu sendiri dan mendapatkan surganya yang seluas langit dan bumi. “subhanallah”. Shalat membuat kita mempunyai ketenangan batin, puasa membuat kita tidak terjebak kepada keinginan hawa nafsu yang tidak terkendali, zakat membuat kita agar bisa mencintai sesama, haji menyadarkan kita bahwa suatu saat kita pasti kembali kepada Allah sebagai tempat kembalinya semua makhluk.
Oleh karena itu semua dibulan yang penuh dengan bonus-bonus Allah mari kita cari sebanyak-banyaknya ampunannya dan keridhaannya.
“Wasaari’u ila maghfiratin min rabbikum wa jannatin ‘ardhuhaa samaawaatu wal’ardh u’iddat lil muttaqiin”
“dan segeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.’ Ali Imran:133
Orang bertaqwa adalah Orang yang menjadikan Allah sebagai tuhannya. jauh di atas segalanya, jauh di atas atasannya, jauh di atas bupati, wali kota atau bahkan president . Kalau kita mau patuh kepada atasan, kepada gubernur, president mengapa kepada allah kita tidak mau. Padahal Allah telah memberi kita kenikmatan yang sangat banyak bahkan tak terhingga. Alangkah ruginya orang-orang yang tidak mau mendekatkan dirinya kepada Allah, karena ia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Semoga kita termasuk orang-orang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah. Amin.